GUNTI RANTAI DAN TIGA PUTRI Oleh : Erdin, S.Pd.

Pada Jaman dahulu ada sebuah kerajaan yang menguasai tanah nan tinggi. Kerajaan itu bernama mbojo. Kerajaan itu begitu luas dan makmur, dimana rakyat hidup berlimpah dengan hasil alamnya. Namun, malapetaka menimpa kerajaan tersebut. Konon, setelah raja kelahiran ketiga putrinya dan tumbuh remaja, rakyat menjadi kelaparan karena hasil bumi berkurang yang dikarenakan oleh kemarau yang berkepanjangan. raja menjadi risau melihat kondisi rakyatnya. Oleh sebab itu, sang raja mendatangkan

ahli – ahli ramal, untuk meramal apa penyebab kemarau panjang yang menimpa kerajaannya tersebut. Setelah didatangkan para peramal – peramal tersebut didapatkannyalah sumber yang mendatangkan kemarau panjang itu yaitu karena raja memiliki keturunan yang ketiga – tigannya adalah putri. Dimana, seharusnya raja harus memiliki seorang putra sebagai penerus kerajaannya.

Raja menjadi sedih. Karena, sesuai dengan aturan kerajaannya bahwa yang menjadi sumber malapetaka akan dibuang disuatu tempat khusus untuk dipersembahkan kepada Tujuh burung garuda. Dengan persembahan tersebut maka kemarau atau petaka yang melanda kerajaannya akan segera berakhir, menurut kepercayaan mereka kala itu.

Rajapun melangsungkan upacara perpisahan dengan ketiga putrinya. Dengan sedih raja memeluk ketiga putrinya sembari berkata “ putri – putriku maafka aku nak, tanganku tidak mampu menolong kalian karena musibah yang menimpa kerajaan kita” kata sang ayah kepada putrinya dengan terseduh karena sedih. “Ayahanda jangan bersedih. Demi kejayaan kerajaan kita dan kelangsungannya kami siap menaggung beban ini, yah” jawab putri tertua dengan sedih. “Terimakasih putriku maafkan aku”. Pinta raja kepada ketiga putrinya. “Iya , yah ! lirih ketiga putrinya sembari meneteskan air mata”.

Semua pasukan berkuda berkumpul di depan alun – alun istana untuk mengantarkan ketiga putri raja tersebut ketempat pengasingan. Seluruh rakyat menjadi sedih karena harus mengorbankan putri yang mereka cintai. Begitu banyak air mata saat melepaskan kepergian putri – putri itu, dan meraka pun mengharapkan keajaiban berpihak pada meraka. Karena, apabila dibuang ketempat pengasingan itu, tentu tidak ada yang bisa selamat dan hanya dalam waktu semalam meraka akan lenyap di santap burung garuda. Setelah pagi orang – orang utusan kerajaan akan kembali datang ke pengasingan untuk membereskan sisa – sisa dari santapan burung garuda.

Sesampainya ditempat pengasingan dipuncak gunung ditengah hutan belantara, semua berkumpul dibawah rumah pengasingan yang tingginya 10 meter dari tanah dengan tidak memiliki tangga. Ketiga putri itupun dinaikan diatas rumah tersebut. Setelah dinaikan, seperti biasa raja dan pasukan beserta rombongan pengantar akan kembali pulang. Suasana sedih dan cemas mewarnai hati dan pikiran mereka saat kembali pulang.

Di sore itu, matahari seolah ikut berpamitan kepada ketiga putri bersama dengan rombongan pengantar. Adik terkecil menangis memeluk kakak – kakaknya dengan penuh rasa takut. “kak, sebentar lagi kita akan mati termakan tujuh burung garuda”. Ungkapnya ketakutan. “kita serahkan saja kepada yang Maha Kuasa dek”. Jawab kakak tertua. Saya berharap semoga kita dalam kebaikan. Jelasnya kepada adik ketiga dengan penuh harap. Putri ketiga hanya menangis pasrah dengan keadaan mereka.

 

Hai ! siapa yang diatas? Apa ada orang? Terdengar suara dari kejauhan. “ kak, ada yang panggil, kak. Jelas putri kedua. Mereka mencoba mendengarkan dengan saksama. Terdengar lagi panggilan itu. “Hai ! apa diatas ada orang ? kalau tidak menjawab akan aku potong tiang – tiang rumah ini. Terdengar nada mengancam. “kak ! dibawah ada seorang laki – laki muda kak. Ia memanggi kita. Putri kedua merasa kegirangan. Ayo jawab kak ! Kakak pertama pun dengan was – was menjawab karena takut. “ ki.. ki... ki sanak siapa ? tanya putri tertua dengan guggup. “ Aku Abubakar”. Jawabnya. “ Bolehkah aku naik ?” tanya pemuda tersebut. “ boleh – boleh, kami turunkan talinya ! sahut ketiga putri itu dengan kegirangan.

Setelah pemuda itu naik, dipeluk oleh ketiga putri itu. Wahai kisanak siapakah kisanak? tanya putri tertua. “ Aku adalah seorang pemuda yang ada di negeri seberang”. Jawabnya. “ Kenapa bisa kesini ?, dan tahu dari mana kami ada disini ? tanya putri tertua dengan penuh penasaran. “ Baiklah, akan aku ceritakan. Namun setelah itu kalian menceritakan pula kenapa kalian ada disini? Pinta pemuda dari negeri seberang itu.“Baiklah ! jawab ketiga putri itu”. “Aku sedang bermain layang – layang. Namun, tali layang – layang ku putus sehingga terbang terbawa angin dan nyangkut disalah satu pohon dikejauhan sana. Saat aku memanjat untuk mengambil layang - layangku. Aku melihat gerombolan orang – orang yang ramai datang kearah hutan ini. Maka dari itu aku datang kesini untuk melihat orang – orang itu. Setelah aku sampai di tempat ini berputar – putar mencari rombongan tersebut, malah aku menemukan rumah yang tinggi ini. Jelas pemuda tersebut. Lalu, Siapakah kalian ini ? dan mengapa ada disini ?”. tanya pemuda itu. “Kami disini diasingkan dan dijadikan tumbal penembus bala yang menimpa kerajaan kami. Kami akan dimakan oleh tujuh burung garuda. Burung garuda itu akan datang pas tengah malam nanti. Kami sangat takut. Dan sekarang merasa bersyukur atas kedatangmu. Maukah kisanak membantu kami dan menyelamatkan kami ? jika kisanak berhasil maka pilihlah kami untuk kau jadikan istrimu.” Jelas putri tertua sembari melempar pertanyaan balik kepada pemuda itu.

“ Baiklah, aku akan membantu kalian semampu dan sebisa ku. Semoga aku mampu mengalahkan tujuh burung garuda tersebut. Namun, aku menolong kalian bertiga ini tanpa pamrih. ”. Jelas pemuda itu. Malam pun semakin larut. Mereka para putri dan pemuda itu pun beristirahat setelah semua masalah mereka ditumpahkan satu sama lain.

Tengah malampun tiba. Saat itu, suasana begitu mencekam. Tak ada satu binatang melatapun yang bersuara, malam yang begitu menakutkan. Pemuda itu terbangun dari tidurnya dan mengeluarkan Gunti Rante pusakannya itu.

Tiba – tiba terdengan suara yang menggelegar memecahkan keheningan malam dari kejauhan. “ha...ha...ha...ha. Hei masih adakah jatah buat ku ?”. Teriak garuda memecah keheningan. “ hum....! masih utuh wahai garuda….. masuklah”. Jawab pemuda “ loh...! kenapa ada suara laki – laki?”. tanya burung garuda “sudah…., masuk saja garuda kalau mau mengambil jatah mu !”. pinta pemuda itu.

Saat burung garuda masuk pemuda itu memotong lehernya dengan Gunti Rante. Akhirnya satu burung garuda tewas. Putri – putri itu bersyukur dan terus berdoa untuk keselamatan mereka dan semoga pemuda itu di beri kekuatan. Tak lama kemudian terdengar lagi suara dari kejauhan. “ Hu ... ha.. ha.. haa...! Hey... apakah masih ada jatah buatku? Tanya burung garuda ke dua. “masih utuh garuda,,,, masuklah”. Sahut pemuda lagi. “Loh ...! kenapa ada suara laki – laki ? tanya burung garuda lagi”. “kalua mau, masuklah garuda. Sahut pemuda lantang” Setelah burung garuda masuk, dipotonglah lehernya dengan Gunti Rante, sehingga tewaslah burung garuda yang kedua itu.

Kejadiannya terus begitu sehingga ketujuh burung garuda itu tewas dimakan Gunti Rante pusaka pemuda itu. Putri – putri itu menangis dengan keras karena merasa senang, bahagia, perasaannya semua sudah bercampur seperti gado - gado. Karena mereka sudah menganggap dirinya akan mati dilahap dan dicabik – cabik burung garuda dimalam itu.

Keesokkan harinya raja berserta keluarga kerajaan dan juga pasukannya datang untuk mengambil sisa – sisa tulang dan daging ketiga putrinya. Dengan meneteskan air mata raja mendekati rumah itu dengan penuh kesedihan. Ia memerintahkan prajuritnya untuk naik diatas rumah memeriksa sisa – sisa dari bagian tubuh putrinya. Tiba – tiba ketiga putrinya memanggil. “ Ayah ... ayah. Kami masih hidup ! teriak ketiga putrinya.Raja pun menangis tersedu – sedu merasa haru bercampur bahagia. Nak ...! putriku. Bagaimana kalian bisa selamat ? tanya raja. “kami diselamatkan oleh pemuda ini ayah. Jelas putrinya.

Setelah ketiga putri dan pemuda itu turun. Disambut dengan pelukan erat oleh sang raja. Raja merasa sangat bersyukur atas keselamatan ketiga putrinya. Ia meminta kepada pemuda itu untuk menikahi ketiga putrinya itu dan menawarkan menjadi raja di kerajaannya. Namun, pemuda tersebut hanya memilih putri ketiga untuk dinikahinya.

Setelah kejadian itu. Langit menjadi gelap seketika, terdengar letupan suara guntur memecahkan keharuan dan kebahagian. Hujan pun turun membasahi bumi kerajaan tersebut. Raja mengajak rakyatnya untuk melakukan ritual syukur kepada Penguasa Alam semesta.

Pesan yang dapat diambil dari cerita ini adalah setiap kesulitan pasti ada kemudahan, atas pertolongan dari Yang Maha Kuasa jangan percaya pada hal – hal lain yang tak pasti.

 

Penulis : Erdin, S.Pd./Guru Penggerak Angkatan 3