Merubah mindset ya…, merubah karakter dan budaya

Salam sehat, sukses, dan bahagia. Sahabat pembaca yang saya muliakan. Lewat kesempatan ini saya mengajak untuk berpikir. Berpikir untuk maju melewati batas yang ditentukan. Kok…, Bisa ? Tentu bisa. Bagaiaman caranya ? Pasti ada caranya. Mengapa harus merubah mindset padahal kita ingin merubah tatana budaya dan kehidupan yang diidamkan ? ya…, karena tentu berawal dari pikiran yaitu mindset. Sahabat pembaca pasti penasaran kan ? yuk…! Kita berselancar dialam perubahan pikiran untuk menata budaya baru dan kehiduipan baru yang diidamkan.

Sahabat pembaca yang dimuliakan. Kita lihat pendidikan kita Indonesia tentunya. Sekarang lagi buming membicarakan perubahan karakter. Karakter yang melakat pada diri sesorang yaitu Jujur, Disiplin, Tanggungjawab, Mengorhormati, Menghargai, mendengar, sopan santun, membangun kerjasama dan sebagainya. Intinya ada 18 karakter. Namun, diera milineal ini, bentuk pendidikan lebih dikerucutkan pada 6 dimensi karakter yaitu beriman bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak Mulia, Berkebhinekaan global, Bergotong royong, Bernalar kritis, Kreatif, dan Mandiri. Enam Dimensi ini memiliki Elemen dan sub – elemennya masing – masing. Namun, tidak perlu kita bahas panjang lebar disini. Karena, sahabat pembaca semuannya dapat membacanya sendiri di modul – modul sekolah, atau lebih mudahnya searching melalui google.

Mengapa harus berbicara karakter ? Apakah karakter lebih penting dibandingkan kompetensi ?. Jawabannya adalah ya. Sebagaimana pada pesan baginda Rasul Muhammad Sallallahualaihiwassalam berikut : “Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh” (Adabul Imla’ wal Istimla’ [2], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi). “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR. Al Baihaqi, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, no. 45). Dari dua pernyataan diatas menunjukan karakter adalah adab atau akhlak. Antara kompetensi dan karakter merupakan satu sama lain yang tidak bisa dipisahkan. Sebagaimana pernyataan diatas menyatakan “Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh”. Ini mendikte bahwa karakter dan kompetensi haruslah seimbang.

Banyak yang bangga kalau anaknya mendapat juara disekolah, tapi ia lupa mendidik karakter anaknya. Sehingga, ketika anaknya menjadi pemimpin. Ia adalah pemimpin yang suka berdusta, seperti manipulasi data, korupsi, perselingkuhan dan sebagainya. Semua ini karena pola pendidikan pada anak lebih mengedepankan kompetensi tanpa menyeimbangkan dengan karakter alias akhlak alias adab. Atau terjadinya criminal pada anak – anak. Hal ini dipicu oleh pengendalian emosi yang merupakan bagian dari karakter yang tidak benar.

Lalu, bagaimanakah bentuk pendidikan karakter yang sebenarnya ?. Sahabat pembaca yang dimuliakan. Dalam buku “The Golden Roads” yang ditulis oleh seorang pensiunan dokter yang menjadi kaya raya bernama dr. Sigit Setyawadfi, Sp.Og. mengatakan “ Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk”. Ini menunjukan semua berawal dari pikiran. Dari pikiran turun menjadi ucapan atau tindakan, kemudian menjadi kebiasaan, selanjutanya dari kebiasan menjadi karakter, Setelah karakter jadilah nasib. Nasib inilah yang menjadi budaya yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Selanjutnya dr. Sigit mengatakan bahwa “Manusia adalah robot. Robot dari pikiran bawah sadarnya”. Jika, pikirannya bagus melalui program awalnya maka, tentu seorang manusia menjadi bagus karakter dan budayannya. Lalu siapa yang memprogramkan pikiran bawah sadarnya tersebut ?. Yang memprogramkannya adalah lingkungan terdekatnya yaitu orang tuannya atau gurunya, atau orang yang dipercayai, serta 6 sampai 10 orang temannya.

Sahabat pembaca yang dimuliakan. Melalui pernyataan diatas maka, lingkungan yang dimaksudkan diatas perlu diperhatikan bagaimana pola pendidikan berpikir kepada anak – anaknya. Orang tua, Guru, Orang yang dipercayai, teman – teman sebagai lingkungan, benar – benar harus diperbaiki. Mana mungkin memperbaiki orang tua ? ini kan aneh. Ya…, memang bukan memperbaiki orang tua tapi pola asuh kepada anak haruslah dirubah. 

Silahkan ajukan pertanyaan untuk melanjutkan penulisan ini. Admin06