Penyesalan seorang anak Yang kasar pada Ibunya Versi Erdin Part 2

Hari demi hari
perlakuan anaknya tidak ada perubahan. Sikapnya malah tambah galak dan kasar
jika kebutuhannya tidak terpenuhi. Dimana kalau dia marah semua barang – barang
digubuk ladangnya itu di tendang – tendang dan di buang. Terlihat ia sangat
beringas dan buas. Ibunya yang menyaksikan kelakuan anaknya hanya bisa
meneteskan air mata dan berdo’a, semoga anaknya sadar dan kembali pada sikap
dan prilaku yang baik. Ibunya juga sangat malu. Karena suara anaknya yang keras
nan ketus saat dia marah, sehingga didengar oleh tetangga – tetangganya. Para
tetangga sering membicarakannya, menjadikan ia sebagai buah bibir orang –
orang. ibunya yang melihat dan mendengar omongan tetangga menjadi sangat malu
hingga ia pergi mengurung diri dalam kamar.
Setelah beberapa hari berlalu, anaknya merebus
ubi jalar kesukaannya. Setelah matang rebusannya, ia menyajikan diatas meja
makan. Kemudian, ia pergi bermain bersama teman – temannya. Ibunya yang saat
itu pulang dari membersihkan gulma di ladangnya kelaparan. Ia melihat ada
tudungan saji diatas meja, lalu ia membukanya. Ia melihat ada ubi rebus yang
sudah matang. Ibunya sangat bangga dan bahagia, karena ternyata anaknya sudah mulai
berubah. Anaknya sudah mau menyiapkan makanan buat dirinya yang bekerja di
ladang. Ibu itu mencicipi ubi masakan anaknya itu. Karena lapar, ibunya
menghabiskan dua ubi rebusan anaknya, sehingga tersisa dua. Setelah merasa
kenyang ibunya beristirahat.
Tak lama kemudian,
terdengar suara benda jatuh. “Plakkkkkk” !. ibunya langsaung terbangun dari
istirahatnya dan berjalan menuju sumber suara. Dilihatnya anaknya yang sedang
cemberut.
Ibu
: Nak... ! suara apa tadi ? tanya
ibunya lembut
Anak
: bu...! siapa yang makan ubi rebusan
saya ? tanyanya ketus
Ibu
: kenapa, nak ?
Anak : itukan ubi buat saya dan teman – teman
saya.
Ibu : oh ... iya ! maafin ibu nak. Tadi ibu
sepulang dari kerja, ibu kira kau menyiiapkan buat ibu. Makanya ibu
menghabiskan dua. Gak apa – apa kan? Tanya ibunya
Mendengar pengakuan ibunya,
si anak langsung banting ubi dengan piring – piringnya.
Anak
: mengapa ibu makan ? saya sudah capek –
capek memasak buat makan bersama teman –teman saya. Ungkapnya dengan nada ketus
Ibunya kaget bercampur sedih,
serta merasa bersalah. Karena, ia pikir anaknya sudah berubah. Ternyata ia
salah paham.
Ibu
: Nak... ! maafin ibu. Ibu salah
sangka, nak...!. ibu kira kau menyiapkan buat ibu.
Anak : aku tidak mau tahu. Ibu harus
menggantikannya dengan segera, saya mau berangkat lagi. Pintanya sambil
membanting – banting pintu rumahnya.
Ibunya sangat sedih melihat
kelakuan anaknya. Anaknya lebih mementingkan orang lain ketimbang saya.
Gumamnya dalam hati. Karena sudah tidak tahan, ibunya berniat untuk pergi meninggalkan
anak satu – satunya itu.
Ibunya lama merenung.
Ia memikirkan prilaku anaknya yang tidak berubah. Ia sudah tak tahan lagi
dengan prilaku anaknya. Akhirnya Ia memutuskan akan pergi meninggalkan anaknya
untuk selamanya. Seminggu kemudian, ibu itu akhirnya berangkat juga untuk pergi
meninggalkan anaknya. Ia pergi sejauh mungkin menyeberang lautan, sehingga
anaknya tidak lagi mampu menemukannya.
Anaknya yang hidup
sendirian kini mulai merasakan kesusahan. Dahulu sewaktu ada ibunya ia langsung
mendapatkan apa yang dia inginkan. Sekarang, untuk makan saja ia susah. Ia pun
dibenci oleh tetanggga – tetangganya. Karena prilakunya terhadap ibunya. Kini ibunya
pergi entah kemana. Setelah beberapa hari ia hidup sendiri, kini ia memanggil –
manggil ibunya. Namun, apa daya ibunya telah pergi meninggalkannya. Kini ia
menyadari, betapa pentingnya punya ibu. Ia berjanji akan berubah dan mencari
ibunya untuk kembali kerumah. Namun, ibunya tidak pernah ia temukan. Hanyalah
penyesalan yang ada dalam dirinya. “Aindai
aku dulu tidak jahat pada ibu ku mungkin ibuku tidak akan pergi meninggalkan
aku”. Gumam anank itu menyesal.
Sekian ...!
Pesan moral, kita tidak boleh kasar pada orang
tua siapapun itu. Entah ayah atau ibu. Dan penyesalan itu datang setelah kita
melakukan suatu kesalahan. Oleh sebab itu, sebelum bertindak kita harus
memikirkan terlebih dahulu.
‘’ERDIN PUTRA FAJAR”
Admin06